Apr 17, 2012

My Short Story

hi there ,,,

long time no see in my blog ... 
I'm kinda miss you to share about whatever I want to write here ...

so let's move on on the subject this time

Long ago I had made a short story to spent my free time and actually when I print it out and gave it to my upper-class friend of mine , she said it was a nice story although it was just a short story 

but I'm so sorry for my friends who lives in another country, I can't translate it yet into English. This story's just on Bahasa
You don't have to worry about it, you can use Google Translate to translate it into your language

here my story goes


====================
 :. BESIDES YOU … .:
            Waktu begitu cepat bergulir. Tak terasa ini sudah bulan ke empat Akira berbaring di rumah sakit. Badannya terlihat sangat lemah, dan dia masih dibantu oleh alat pernafasan. Aku tak tega melihatnya dengan keadaan seperti itu. Aku ingin dia bangun dari tidurnya yang nyenyak itu, namun apapun usahaku tak ada gunanya.
Rasa kantuk pun menyerangku. Mataku seakan tak dapat dipaksa untuk berjaga malam ini. Kulihat jam dinding yang ada di dekat kaligrafi menunjukkan pukul 10 malam, aku memutuskan untuk memejamkan mata ini sebentar saja.
“Cell,Celline…”. Aku tidak tahu pasti, namun aku kenal suara itu dengan jelas. Suara yang aku rindukan beberapa bulan ini, suara yang telah lama tidak memanggilku begitu lembut. Aku mencari di sekelilingku tak ada seorang pun yang kutemui. Akan tetapi, dari seberang tertutupi oleh kabut yang perlahan-lahan menghilang, muncul sesosok pria tegap berdiri. Lalu aku berjalan menghampiri dia. “Akira!!!”
Aku langsung memeluk tubuhnya. Bau dirinya masih tetap sama,masih seperti Akira yang aku kenal selama ini. Bulir-bulir airmataku jatuh tak terbendung lagi. Rasa kangen ini sangat menyiksa.
“Akira, aku kangen sekali. Kenapa kamu jahat padaku??” kataku. Akira sama sekali tidak menjawab apa-apa, dia hanya membalas pelukanku dengan pelukannya yang hangat.
“Maaf…” ujar Akira. “Maafkan aku … maafkan karena aku telah menyakitimu …” lanjutnya. Lalu tubuh itu sedikit demi sedikit menghilang dari pelukanku. Menghilang bersama angin yang berhembus.
Aku tersentak kaget. Hanya mimpi. Sekejap kuperhatikan raut wajah Akira, wajah yang selama ini tertidur pulas di ranjang dan tidak pernah terbangun. Kuambil lap basah dari wastafel dan kuusapkan dikeningnya yang berkeringat.
“Akira, aku harap kau cepat bangun,” bisikku ke telinga kanannya penuh kelembutan.
***
Mentari pagi mulai menerobos masuk sela-sela jendela kamar. Burung-burung berkicau dengan nyaringnya. Kubuka jendela balkon rumahku seraya merenggangkan otot-otot badan. Udara pagi ini pun cukup segar. Pagi yang indah…
Dari arah berlawanan terdengar ketukan pintu. “Non Cellin, ini saya bawakan sarapan pagi buat anda,” seru seorang wanita dari balik pintu, dan ia pun membuka pintu kamar Celline sembari membawa nampan di tangan kirinya.
“Terima kasih ya,” kata Celline berterima kasih kepada pembantunya.
“Sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu.”
“Iya.”
Celline berjalan perlahan mengambil secangkir kopi, dia duduk di tempat tidur empuknya memandangi fotonya dengan Akira. Sangat bahagia. “Aku ingin mengulang kebersamaan ini lagi, tapi sepertinya tidak akan bisa. Selama kamu tidak membuka kedua mata indahmu itu untuk menyaksikan indahnya pertunjukan alam. Namun, dalam hatiku ini, suatu saat nanti kita pasti bisa bersama lagi. Aku yakin,” katanya dalam hati.
Jam weker di meja sampingnya sudah menunjukkan pukul 06.15. Celline menuju kamar mandi yang tak jauh dari tempatnya duduk. Suara air terdengar dari luar kamar mandi. Beberapa menit kemudian Celline keluar dari kamar mandi, dia terlihat lebih segar. Dengan balutan seragam putih berjas dan rok kotak-kotak di atas lututnya, dia menyisir rambut panjangnya yang tergerai ke belakang. Sedikit polesan pemerah bibir kesukaannya, menambah kecantikan wajahnya. Setelah selesai dengan semua persiapan-persiapan yang dia lakukan, Celline pun menyambar tas tangan dan kunci mobil yang ia taruh di atas meja belajarnya.
***
“Pagi Cell,” sapa seorang sahabatnya dari belakang.
“Pagi, Sarah,” jawab Celline.
“Gimana hari-harimu?”
“Sama dengan kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi.”
“Ouwh… O ya, apa kamu sudah menyelesaikan tugas dari Pak Santoso?”
“Hahhh??!! Tugas?? Tugas apa?”
“Itu lho tugas membuat puisi yang merupakan salah satu ulangan kita. Masa kamu lupa?”
“Hemm … I Know. Never mind. Aku sudah kerjakan tugas itu.”
“Bagus … bagus …”
Triririririririnnnnggggggggg…………. Bel masuk bordering dibarengi denting jam di tengah-tengah ruangan …
Semua siswa berlarian masuk ke kelasnya masing-masing. Hari ini pelajaran pertama adalah bahasa inggris, dengan guru pengajar Pak Santoso. Tak lama setelah bel berbunyi dari luar tampak tubuh berpawakan tinggi besar membawa beberapa tumpuk buku di tangan kirinya. Buku-buku itu terlihat berat karena tebalnya bisa dilihat dengan mata telanjang.
“Selamat pagi, anak-anak…,” sapa Pak San, begitu kami memanggilnya, mengawali pelajaran.
“Selamat pagi, Pak …,” jawab sseluruh siswa dalam kelas serempak.
“OK. Seperti kesepakatan kita minggu lalu, pada pertemuan kali ini kita akan mendengarkan hasil puisi yang kalian buat.”. pembacaan puisi pun terus dilakukan sampai giliran Celline yang membacanya.
“Celline, silakan maju ke depan membacakan karyamu,” pinta Pak San. Celline berjalan meninggalkan bangkunya membawa secarik kertas berisi puisi buatannya. Dia pun mulai membacanya.

LOVIN’ YOU
When you arrive at the station
You are no longer my girlfriend
Walking a bit slowly
You are trying to figure out what to say

It’s okay to not talk till the end
I can tell when I see your face
The thing I have been waiting for is coming near


Oh everyday laughing by my side
You far away I can no longer meet you from that day

LOVIN’ YOU your hand I was holding
LOVIN’ YOU is getting farther
LOVIN’ YOU the warmth of your hand
LOVIN’ YOU I remembered

My heart that hoped to protect you
What was it pushing on
Your heart is closing in
I couldn’t even realize


Oh hard to say your smiling face more than anything else
So far away I wanted to make you smile once more

LOVIN’ YOU your hand I was holding
LOVIN’ YOU I looked at your fingers
LOVIN’ YOU Only night but in the gentle breeze
LOVIN’ YOU it was glowing

As if we can meet again tomorrow
I hope you keep looking back
Before what we saw together
Becomes a memory

LOVIN’ YOU your hand I was holding
LOVIN’ YOU is getting farther
LOVIN’ YOU only you
LOVIN’ YOU I wanted

LOVIN’ YOU that smiling face
LOVIN’ YOU I saw a dream
LOVIN’ YOU Only night but in the gentle breeze
LOVIN’ YOU it was glowing
LOVIN’ YOU I saw a dream


Begitulah Celline membacakannya penuh penghayatan. Teman-temannya saling pandang memandang setelah mendengar buah karya dari Celline.
“Beri applause for ms. Celline,” seru Pak San. Maka semua teman sekelas Celline member tepuk tangan yang meriah untuknya. Celline merasa sangat bahagia karena bisa mempersembahkan puisi ini, tidak hanya untuk teman-teman dan gurunya, namun juga untuk Akira.
“Thank you very much,” ucap Celline.
“Please sit down.”
Celline kembali ke bangkunya. Dari samping sahabatnya berbisik kepadanya. “Kamu hebat Cell,” kata Sarah.
***
Bel pulang bordering. Celline masuk ke dalam mobilnya dan segera memacu mobilnya menuju Rumah Sakit seperti biasanya. Dia menghidupkan music player yang ada di dashboard mobilnya. Ketika dia mulai hanyut oleh lagu favoritnya, handphone di kursi sebelahnya berbunyi.
“Halo,” sapanya.
“Ini Celline kan?”
“Iya tante. Ada apa? … Benarkah? Iya. Baik. Celline akan segera ke sana,” jawab Celline sambil menutup teleponnya.
Celline memacu mobilnya sangat cepat berharap segera sampai ke Rumah Sakit. Satu jam kemudian, dia sampai di Rumah Sakit. Dengan terburu-buru ia pun masuk lift. Di kamar 201 di lantai tiga Rumah Sakit itu, Celline menyapa seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping ranjang Akira.
“Siang, tante.”
“Celline. Lihatlah…”
Celline pun segera duduk di samping Akira dan memgang tangannya yang masih tertempel jarum infuse.
“Akira…,” panggilnya lirih. “Ini aku, Celline.”
“Celline…,” kata Akira seraya perlahan membuka matanya.
Airmata di pelupuk mata Celline tak dapat ditahan lagi, bulir-bulir airmata itu jatuh membasahi pipinya. “Akira!!!! Syukurlah kamu sudah sadar. Aku tak tahu harus bagaimana lagi untuk membuatmu sadar. Tapi aku yakin kamu pasti akan membuka matamu. Aku sangat merindukanmu, Akira…” ujar Celline sambil menangis terharu. Lalu tiba-tiba belaian hangat telah berada di ubun-ubunnya.
“Akira ….”
“Maafkan aku karena telah membuatmu sedih,” kata Akira menenangkan. “Lain kali aku tidak akan membuatmu mengeluarkan airmata itu lagi,” lanjutnya.
***
Beberapa minggu akhirnya berlalu. Akira yang selama tiga bulan ini tidak masuk sekolah akhirnya dapat mengikuti pelajaran lagi. Aku pun dapat melihat keceriaan Akira lagi.
Di bawah pohon rindang saat bel istirahat, kami bertukar pikiran soal pelajaran yang tidak ia mengerti. Akan tetapi, dia tiba-tiba diam.
“Cell…”
“Hemm … ada apa?”
“Apa kamu tahu yang ada dalam pikiranku selama aku tak sadarkan diri?”
“Tidak. Memangnya apa?”
“Kamu. Aku selalu kepikiran tentang kamu. Waktu itupun juga sama. Saat aku tidak sadar, aku melihat sesosok makhluk bersayap putih, putih sekali dan bercahaya. Dia menuntunku ke sebuah tempat yang amat nyaman sekali. Penuh kebahagiaan. Tapi di sisi lain aku melihatmu. Menangis menyuruhku untuk kembali. Sesaat aku bingung untuk memilih, namun bagaimanapun juga, aku akhirnya memilih iut bersamamu,” jelas Akira. “Maka dari itu, aku tidak akan pernah membuatmu bersedih lagi, apalagi membuatmu membiarkan mengeluarkan airmata yang sangat berharga itu. Tidak akan pernah lagi,” lanjutnya.





F I N

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

How was that?? 

Is it good?? I need your comment about it
and
You know, actually I still writing a story, I just thought it will turn out into long story, kinda like novel tough 

So, don't forget to give me your response, will ya?!

No comments:

Post a Comment

Thanks for your contributing