hi there ,,,
long time no see in my blog ...
I'm kinda miss you to share about whatever I want to write here ...
so let's move on on the subject this time
Long ago I had made a short story to spent my free time and actually when I print it out and gave it to my upper-class friend of mine , she said it was a nice story although it was just a short story
but I'm so sorry for my friends who lives in another country, I can't translate it yet into English. This story's just on Bahasa
You don't have to worry about it, you can use Google Translate to translate it into your language
here my story goes
====================
:. BESIDES YOU … .:
Waktu
begitu cepat bergulir. Tak terasa ini sudah bulan ke empat Akira berbaring di
rumah sakit. Badannya terlihat sangat lemah, dan dia masih dibantu oleh alat
pernafasan. Aku tak tega melihatnya dengan keadaan seperti itu. Aku ingin dia
bangun dari tidurnya yang nyenyak itu, namun apapun usahaku tak ada gunanya.
Rasa kantuk pun
menyerangku. Mataku seakan tak dapat dipaksa untuk berjaga malam ini. Kulihat
jam dinding yang ada di dekat kaligrafi menunjukkan pukul 10 malam, aku memutuskan
untuk memejamkan mata ini sebentar saja.
“Cell,Celline…”. Aku
tidak tahu pasti, namun aku kenal suara itu dengan jelas. Suara yang aku
rindukan beberapa bulan ini, suara yang telah lama tidak memanggilku begitu
lembut. Aku mencari di sekelilingku tak ada seorang pun yang kutemui. Akan
tetapi, dari seberang tertutupi oleh kabut yang perlahan-lahan menghilang,
muncul sesosok pria tegap berdiri. Lalu aku berjalan menghampiri dia.
“Akira!!!”
Aku langsung memeluk
tubuhnya. Bau dirinya masih tetap sama,masih seperti Akira yang aku kenal
selama ini. Bulir-bulir airmataku jatuh tak terbendung lagi. Rasa kangen ini
sangat menyiksa.
“Akira, aku kangen
sekali. Kenapa kamu jahat padaku??” kataku. Akira sama sekali tidak menjawab
apa-apa, dia hanya membalas pelukanku dengan pelukannya yang hangat.
“Maaf…” ujar Akira.
“Maafkan aku … maafkan karena aku telah menyakitimu …” lanjutnya. Lalu tubuh
itu sedikit demi sedikit menghilang dari pelukanku. Menghilang bersama angin
yang berhembus.
Aku tersentak kaget. Hanya mimpi. Sekejap kuperhatikan raut
wajah Akira, wajah yang selama ini tertidur pulas di ranjang dan tidak pernah
terbangun. Kuambil lap basah dari wastafel dan kuusapkan dikeningnya yang
berkeringat.
“Akira, aku harap kau
cepat bangun,” bisikku ke telinga kanannya penuh kelembutan.
***
Mentari pagi mulai
menerobos masuk sela-sela jendela kamar. Burung-burung berkicau dengan
nyaringnya. Kubuka jendela balkon rumahku seraya merenggangkan otot-otot badan.
Udara pagi ini pun cukup segar. Pagi yang
indah…
Dari arah berlawanan
terdengar ketukan pintu. “Non Cellin, ini saya bawakan sarapan pagi buat anda,”
seru seorang wanita dari balik pintu, dan ia pun membuka pintu kamar Celline
sembari membawa nampan di tangan kirinya.
“Terima kasih ya,”
kata Celline berterima kasih kepada pembantunya.
“Sama-sama. Kalau
begitu saya permisi dulu.”
“Iya.”
Celline berjalan
perlahan mengambil secangkir kopi, dia duduk di tempat tidur empuknya
memandangi fotonya dengan Akira. Sangat bahagia. “Aku ingin mengulang
kebersamaan ini lagi, tapi sepertinya tidak akan bisa. Selama kamu tidak
membuka kedua mata indahmu itu untuk menyaksikan indahnya pertunjukan alam.
Namun, dalam hatiku ini, suatu saat nanti kita pasti bisa bersama lagi. Aku yakin,”
katanya dalam hati.
Jam weker di meja sampingnya
sudah menunjukkan pukul 06.15. Celline menuju kamar mandi yang tak jauh dari
tempatnya duduk. Suara air terdengar dari luar kamar mandi. Beberapa menit
kemudian Celline keluar dari kamar mandi, dia terlihat lebih segar. Dengan
balutan seragam putih berjas dan rok kotak-kotak di atas lututnya, dia menyisir
rambut panjangnya yang tergerai ke belakang. Sedikit polesan pemerah bibir
kesukaannya, menambah kecantikan wajahnya. Setelah selesai dengan semua
persiapan-persiapan yang dia lakukan, Celline pun menyambar tas tangan dan
kunci mobil yang ia taruh di atas meja belajarnya.
***
“Pagi Cell,” sapa seorang
sahabatnya dari belakang.
“Pagi, Sarah,” jawab Celline.
“Gimana hari-harimu?”
“Sama dengan kemarin, kemarin,
dan kemarinnya lagi.”
“Ouwh… O ya, apa kamu sudah
menyelesaikan tugas dari Pak Santoso?”
“Hahhh??!! Tugas?? Tugas apa?”
“Itu lho tugas membuat
puisi yang merupakan salah satu ulangan kita. Masa kamu lupa?”
“Hemm … I Know. Never
mind. Aku sudah kerjakan tugas itu.”
“Bagus … bagus …”
Triririririririnnnnggggggggg………….
Bel
masuk bordering dibarengi denting jam di tengah-tengah ruangan …
Semua siswa berlarian
masuk ke kelasnya masing-masing. Hari ini pelajaran pertama adalah bahasa
inggris, dengan guru pengajar Pak Santoso. Tak lama setelah bel berbunyi dari
luar tampak tubuh berpawakan tinggi besar membawa beberapa tumpuk buku di
tangan kirinya. Buku-buku itu terlihat berat karena tebalnya bisa dilihat
dengan mata telanjang.
“Selamat pagi,
anak-anak…,” sapa Pak San, begitu kami memanggilnya, mengawali pelajaran.
“Selamat pagi, Pak …,”
jawab sseluruh siswa dalam kelas serempak.
“OK. Seperti
kesepakatan kita minggu lalu, pada pertemuan kali ini kita akan mendengarkan
hasil puisi yang kalian buat.”. pembacaan puisi pun terus dilakukan sampai
giliran Celline yang membacanya.
“Celline, silakan maju
ke depan membacakan karyamu,” pinta Pak San. Celline berjalan meninggalkan
bangkunya membawa secarik kertas berisi puisi buatannya. Dia pun mulai
membacanya.
LOVIN’ YOU
When you arrive at the station
You are no longer my girlfriend
Walking a bit slowly
You are trying to figure out what to say
It’s okay to not talk till the end
I can tell when I see your face
The thing I have been waiting for is coming near
Oh everyday laughing by my
side
You far away I can no longer meet you from that day
LOVIN’ YOU your hand I was
holding
LOVIN’ YOU is getting farther
LOVIN’ YOU the warmth of your hand
LOVIN’ YOU I remembered
My heart that hoped to
protect you
What was it pushing on
Your heart is closing in
I couldn’t even realize
Oh hard to say your
smiling face more than anything else
So far away I wanted to make you smile once more
LOVIN’ YOU your hand I was
holding
LOVIN’ YOU I looked at your fingers
LOVIN’ YOU Only night but in the gentle breeze
LOVIN’ YOU it was glowing
As if we can meet again
tomorrow
I hope you keep looking back
Before what we saw together
Becomes a memory
LOVIN’ YOU your hand I was
holding
LOVIN’ YOU is getting farther
LOVIN’ YOU only you
LOVIN’ YOU I wanted
LOVIN’ YOU that smiling
face
LOVIN’ YOU I saw a dream
LOVIN’ YOU Only night but in the gentle breeze
LOVIN’ YOU it was glowing
LOVIN’ YOU I saw a dream
Begitulah Celline membacakannya penuh
penghayatan. Teman-temannya saling pandang memandang setelah mendengar buah
karya dari Celline.
“Beri applause for ms.
Celline,” seru Pak San. Maka semua teman sekelas Celline member tepuk tangan
yang meriah untuknya. Celline merasa sangat bahagia karena bisa mempersembahkan
puisi ini, tidak hanya untuk teman-teman dan gurunya, namun juga untuk Akira.
“Thank you very much,”
ucap Celline.
“Please sit down.”
Celline kembali ke
bangkunya. Dari samping sahabatnya berbisik kepadanya. “Kamu hebat Cell,” kata
Sarah.
***
Bel pulang bordering.
Celline masuk ke dalam mobilnya dan segera memacu mobilnya menuju Rumah Sakit
seperti biasanya. Dia menghidupkan music player yang ada di dashboard mobilnya.
Ketika dia mulai hanyut oleh lagu favoritnya, handphone di kursi sebelahnya
berbunyi.
“Halo,” sapanya.
“Ini Celline kan?”
“Iya tante. Ada apa? …
Benarkah? Iya. Baik. Celline akan segera ke sana,” jawab Celline sambil menutup
teleponnya.
Celline memacu
mobilnya sangat cepat berharap segera sampai ke Rumah Sakit. Satu jam kemudian,
dia sampai di Rumah Sakit. Dengan terburu-buru ia pun masuk lift. Di kamar 201
di lantai tiga Rumah Sakit itu, Celline menyapa seorang wanita paruh baya yang
berdiri di samping ranjang Akira.
“Siang, tante.”
“Celline. Lihatlah…”
Celline pun segera
duduk di samping Akira dan memgang tangannya yang masih tertempel jarum infuse.
“Akira…,” panggilnya
lirih. “Ini aku, Celline.”
“Celline…,” kata Akira
seraya perlahan membuka matanya.
Airmata di pelupuk
mata Celline tak dapat ditahan lagi, bulir-bulir airmata itu jatuh membasahi
pipinya. “Akira!!!! Syukurlah kamu sudah sadar. Aku tak tahu harus bagaimana
lagi untuk membuatmu sadar. Tapi aku yakin kamu pasti akan membuka matamu. Aku
sangat merindukanmu, Akira…” ujar Celline sambil menangis terharu. Lalu
tiba-tiba belaian hangat telah berada di ubun-ubunnya.
“Akira ….”
“Maafkan aku karena
telah membuatmu sedih,” kata Akira menenangkan. “Lain kali aku tidak akan
membuatmu mengeluarkan airmata itu lagi,” lanjutnya.
***
Beberapa minggu
akhirnya berlalu. Akira yang selama tiga bulan ini tidak masuk sekolah akhirnya
dapat mengikuti pelajaran lagi. Aku pun dapat melihat keceriaan Akira lagi.
Di bawah pohon rindang
saat bel istirahat, kami bertukar pikiran soal pelajaran yang tidak ia
mengerti. Akan tetapi, dia tiba-tiba diam.
“Cell…”
“Hemm … ada apa?”
“Apa kamu tahu yang
ada dalam pikiranku selama aku tak sadarkan diri?”
“Tidak. Memangnya
apa?”
“Kamu. Aku selalu
kepikiran tentang kamu. Waktu itupun juga sama. Saat aku tidak sadar, aku
melihat sesosok makhluk bersayap putih, putih sekali dan bercahaya. Dia
menuntunku ke sebuah tempat yang amat nyaman sekali. Penuh kebahagiaan. Tapi di
sisi lain aku melihatmu. Menangis menyuruhku untuk kembali. Sesaat aku bingung
untuk memilih, namun bagaimanapun juga, aku akhirnya memilih iut bersamamu,”
jelas Akira. “Maka dari itu, aku tidak akan pernah membuatmu bersedih lagi,
apalagi membuatmu membiarkan mengeluarkan airmata yang sangat berharga itu.
Tidak akan pernah lagi,” lanjutnya.
F
I N
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
How was that??
Is it good?? I need your comment about it
and
You know, actually I still writing a story, I just thought it will turn out into long story, kinda like novel tough
So, don't forget to give me your response, will ya?!
No comments:
Post a Comment
Thanks for your contributing